Dua surat itu sudah cukup menggambarkan siapa sosok Kartini. Kartini adalah seorang muslimah. Bahkan, KH Asrori Al Ishaqi menyebutkan bahwa Kartini adalah waliyullah (kekasih Allah). Sebagai putri keturunan raja, Kartini menguatkan dirinya dengan mengaji dan belajar agama. Dan yang menginspirasi isi agama Islam dalam Al-Qur’an bagi Kartini adalah Mbah Sholeh Darat.
Pertemuan Kartini dengan Mbah Sholeh Darat bukan hanya dalam satu kali pengajian saja, sebagaimana disebutkan beberapa penulis. Ternyata Kartini selalu hadir dalam pengajian-pengajian Mbah Sholeh Darat di Demak, Kudus, dan Jepara. Tentang kapan hal itu terjadi, ada perbedaan pendapat. KH Musa Machfudh sebagaimana ditulis Abdullah Salim menyebut bahwa pertemuan Mbah Sholeh dengan Kartini pada tahun 1901 (dua tahun sebelum pernikahan Kartini). Sementara Amirul Ulum meyakini pertemuan itu sebelum 19 Februari 1892. Sebab, Kartini mulai menjalani pingitan (penjara keluarga) sejak awal 1892 (ada yang menyebutkan akhir tahun 1891).
Terlepas dari perbedaan waktu itu, Kartini dikenal memiliki semangat belajar yang tinggi. Karena semangat Kartini dalam mempelajari isi Al-Qur’an, Mbah Sholeh selalu memberikan pretilan (tulisan tangan dengan satu dua lembar kertas) kepada Kartini. Dari situlah Kartini mulai belajar huruf Arab Pegon.
Bagi Kartini, belajar Arab bukanlah sulit. Sebab ia juga dikenal sebagai wanita Jawa yang menguasai bahasa Belanda, Perancis, dan Inggris. Kartini pun menjadi santri kalong kesayangan Mbah Sholeh Darat. Kartini sangat kritis, maka tidak aneh jika di usia 12 tahun ia sendiri mengatakan sudah berani melawan penjajah.
Pada awal belajar Al-Qur’an, Kartini mengaku hampa. Sebab, ia hanya belajar mengeja dan membaca, sementara isi kandungan Al-Qur’an tidak dapat diserap. Ia mengibaratkan bahwa belajar Al-Qur’an dengan model demikian akan menjadikan orang Islam tidak mengetahui mutiara hikmah yang terkandung di dalamnya. Ketika meminta gurunya mengartikan Al-Qur’an, justeru Kartini dimarahi.
Kartini pun gelisah. Ia berontak karena merasa belum sempurna Islamnya jika belum tahu isi Al-Qur’an. Bahasa asing seperti Belanda, Prancis, dan Inggris yang berhasil ia kuasai mendorong dirinya untuk memahami bahasa agamanya, yakni Arab. Namun, Kartini tidak menemukan guru bahasa Arab atau guru tafsir.
Kegelisahan itu kemudian dia tulis dalam suratnya kepada Stella EH Zeehandelaar tertanggal 6 November 1899: “Al-Qur’an terlalu suci untuk diterjemahkan dalam bahasa apapun juga. Di sini orang juga tidak tahu Bahasa Arab. Di sini, orang diajari membaca Al-Qur’an, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Saya menganggap itu pekerjaan gila; mengajari orang membaca tanpa mengajarkan makna yang dibacanya”.
Begitu dahsyatnya Kartini melakukan kritik kuat terhadap pembelajaran agama di akhir abad 19 itu. Dan itu menunjukkan kuatnya minat Kartini untuk memahami isi Al-Qur’an. Dan saat itu, belum ada Tafsir Al-Qur’an yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Melayu atau Jawa. Wajar, jika Kartini menjadi penasaran!
Dalam lanjutan suratnya, Kartini menulis: “Sama halnya seperti kamu mengajar saya membaca buku bahasa Inggris yang harus hapal seluruhnya, tanpa kamu terangkan maknanya kepada saya. Kalau saya mau mengenal dan memahami agama saya, maka saya harus pergi ke negeri Arab untuk mempelajari bahasanya di sana. Walaupun tidak saleh, kan boleh juga jadi orang baik hati. Bukankah demikian Stella?”
Kalimat itu menyiratkan ketidakberdayaan Kartini akan bahasa Arab. Sampai-sampai dia ungkapkan keinginannya ke negeri Arab untuk belajar, dan itu tentu tidak mungkin. Bahkan, harapannya ke Belanda yang ia kuasai bahasanya saja gagal dan digantikan Agus Salim. Maka ia menanti kehadiran orang Jawa yang pernah di negeri Arab agar bisa menjelaskan isi Al-Qur’an.
Siapakah dia? Mbah Sholeh Darat lah yang mampu membuka wawasan Islam Kartini. Al-Qur’an yang demikian suci dibuka maknanya sehingga Kartini memahaminya. Kepada Mbah Sholeh Darat, Kartini belajar Tafsir Faidlur Rahman.
Tafsir Faidlur Rahman fi Tarjamati Tafsir Kalam Malikid-Dayyan jilid satu ditulis selama sebelas bulan oleh Mbah Sholeh Darat (20 Rajab 1309 H/19 Februari 1892 sampai 19 Jumadal Ula 1310 H/9 Desember 1892 M). Jilid pertama ini berjumlah 503 halaman dengan bahasan surat al-Fatihah dan surat al-Baqarah. Kitab tafsir itu selanjutnya dicetak oleh percetakan HM Amin Singapura pada 27 Rabiul Akhir 1311 H/7 November 1893.
Source: Kemenag RI.
Belum baca bagian 1? Klik >>> Kartini, Santriwati Kesayangan Mbah Sholeh Darat (Part 1)