Oleh : Ust. Faisal Hilmi, M.A
Pendiri & Pengasuh Pesantren Qur'an Anamfal, Cirebon
Sehari sebelum peringatan 40 hari. Rabu, 5 Sept 2023. Diri ini yang lagi sibuk-sibuknya ikhtiar menjemput rezeki membayar tukang pembangunan pesantren yang belum lunas juga sudah 1 bulan lebih. Sampai sudah cicil 2x. "Dipaksa momentum" ini, untuk merenung mengambil pelajaran dari perjalanan dan perjuangan hidup beliau. Harus ambil pelajaran. Jangan sampai terlewatkan. Hati membatin. Karena kematian adalah sumber pengambilan pelajaran terbaik.
Keluargaku Guruku
Beranjak makin dewasa, saya sangat bersyukur dan makin bersyukur lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga pesantren. Karena di sinilah diajarkan ilmu persiapan hidup dan bekal akherat dengan "tafaqquh fid-diin". Ilmu agama.
Semakin jelas jurang pembeda sekolah formal hingga kampus dengan pesantren pula adalah pilar atau nilai akhlak. Sangat dijunjung tinggi. Puncak dari itu adalah ajaran ikhlas.
Putra-Putri dan Mantu KH. Abdurrahim al-Fasawahani, adalah semua guru kami di pesantren Salafiyyah Darurrahmah (SADPAS) Pasawahan, MTs Yatamu Pasawahan, MAN Buntet Pesantren (sekarang MAN 3 Cirebon) dan terutama adalah guru kehidupan. Kasih sayang dan ketulusannya jangan pernah ditanyakan.
Kami anggap beliau-beliau ini adalah orangtua. Walau kami juga mungkin "ponakan nakal" yang tidak setiap hal nurut semua. Setidaknya tidak melanggar aturan agama dan negara. Di keluarga terbiasa perbedaan pendapat, sikap, beradu argumen, hingga membantah ide-gagasan. Selagi tujuan besarnya sama. Hee "ngeles" dikit boleh. Hal ini adalah budaya yang baik dalam lingkungan pendidikan. Sehingga akan lahir ide dan sikap terbaik (the best choice).
Ku Cium Keningmu Guru : Doa Terbaik dan Wahai Nafsu Diri Menunduklah
Lagi "pusing-pusing" urus pembangunan gedung pesantren, PSB Santri baru, dan kuliah S3 di IAIN Cirebon. Ketika mendengar proses sakaratul maut yang biasa disebut santri, Kang Qodir, di RS Permata Cirebon. Tepat sore hari istri dan anak mendatangi kami yang lagi ikhtiar, kangen istri anak sudah beberapa hari tidak bertemu, refreshing makan di luar. Makanan baru juga disentuh langsung ditinggalkan. Beranjak ke RS.
Dalam WA group keluarga terdengar jelas voice note doa dan tangisan serta talqin Bibi Hj. Badrotul Fuad dan istri beliau Bibi Sri. Gemetar jiwa ini mendengarnya. Tak terasa mata ini menghempaskan begitu banyak air mata. Mengingat langsung sosok paman dan guru dengan segala kebaikannya.
Bersahut-sahutan doa dan tangis uwa, paman, bibi, dan saudara. Kematian memang tidak memandang usia. Jika harusnya berurutan. Jika yang paling sepuh tentu KH. Fathurrahim. Jika ambil dari bungsu tentu Ustadzah Bahiyyah. Namun Allah paling berkehendak siap yang akan dipanggil-Nya.
Setiba sampai RS, kami langsung menemui bibi dan istri beliau, sambil salaman dan menangis deras. "Mang Qodir uis langka Sal (paman Qodir sudah tiada)," ujar Bi Sri. Sambil terisak tangis. Makin "pecah" hati ini.
Kami pun menuju bangsal mayat bersama. Istri dan anak menunggu di loby RS. Menunggu instruki langkah. Bergegas kami langsung menatap wajah ust. Abdul Qodir yang sudah terbaring, tertutup kedua matanya, hidung pun sudah tertutup kapas, tangis diri makin deras. Walau kami ingat pelajaran hadis Nabi yang diajarkan kakek, KH. Abdurrahim dan guru pesantren lainnya dalam kitab Lubabul Hadis, sekalipun sangat sayang dan cinta, jangan sampai berlebihan histeris menangisi dan menyesali kepergian seseorang. Apalagi merobek-robek baju dan semacamnya. Haram dan bisa menyakiti mayit.
Kami izin pada petugas bangsal mayat, bersama membaca Surah Ya Siin, dan Al-Fatihah. Semoga Allah ampuni dosa beliau, Allah terima amal shalehnya, penuh nikmat di alam barzah, dan abadi di dalam Surga Firdaus.
Dalam moment ini. Jiwa ini memberi nasihat, "Ciumlah keningnya" untuk yang terakhir kalinya. Biar terus terngiang dan teringat. Pelajaran yang sangat berharga. Tidak lupa. Sambil akad kan janji nasihatkan pada diri, "Wahai diri lihatlah. Semua manusia akan mati. Kamu juga wahai diri akan meninggal. Dekat atau lama. Ini kepastian. Apakah masih mau untuk mengumbar maksiat? Melakukan banyak dosa? Bertindak tidak amanah? Bekal amal apa yang sudah kamu siapkan untuk dibawa?". Begitu gemuruh dalam jiwa dan akal.
"Ya wahai jiwa. Ingatlah selalu pada moment ini dalam menjalani kehidupan. Terutama dalam pengembangan amanah santri, pesantren dan khidmah Al-Quran. Kenikmatan dan kebahagiaan dunia sangat banyak. Pilihlah yang telah Allah halalkan. Jangan pernah ambil jalan yang haram. Agar kenikmatan, kebahagiaan dan kedamaian itu berterus hingga ke Surga," semoga ini menjadi azzam yang terus mengangkat kuat hingga kematian benar memanggil.
Teladan Itu Bernama Keikhlasan
Ust. Abdul Qodir, S.Ag yang mengabdi di tengah pesantren model salaf. Tidak mengajar di sekolah formal. Bukan PNS. Sebelum akhirnya ada pendirian SMK Sadpas 2010. Mata ini melihat langsung bagaimana beliau mengajar dan mendidik tidak ada bayaran dalam tiap jam mengajar, tiap kelas yang diisi, tiap ilmu yang diajarkan. Melatih pidato tidak jarang sampai jam 10 malam. Memberesi listrik yang mati. Genteng yang bocor. Halaman yang berantakan. Administrasi yang perlu dirapihkan. Mic dan speaker yang mati. Membawa sendiri gerobak mengambil pasir. Mengurusi dapur santri.
Walau beliau pernah memegang koprasi pesantren dan uang dapur. Kami makin memahami, saat menjalankan Pesantren Quran Anamfal, yang ada adalah minus, minus, dan menomboki. Santri ada sekian ratus atau puluh, namun yang bayar berapa. Apalagi pesantren model salafiyyah. Tidak ada pengingatan atau menegur orangtua atau wali yang tidak bayar. Sampai tahunan pun. Sedang kalau buat jajan sela lalu dikirim bulanan. Begitu juga koperasi santri ada aja yang nakal mencuri-curi.
Kami melihat langsung keikhlasan beliau. Kami bersaksi di hadapan Allah SWT. Kami sendiri malas dan beralasan banyak hal tidak langsung melakukan banyak hal pekerjaan tersebut. Ini pula sebagai generasi pesantren salaf (tradisioanal) yang mengambil jalan kalaupun tidak harus Khalaf (modern), integrasi salaf-khalaf agar guru atau asatidz pesantren dihonor dengan layak. Mereka juga kelak berumah tangga, ataupun ada anak-istri.
Ini pula "kalimatun sawa" antara pesantren salaf dan khalaf. Keduanya sama-sama menjunjung tinggi nilai, ajaran, prinsip dari keikhlasan. Ikhlas. Ini pula yang memberi jawaban kepada kementrian yang menaungi pesantren dan pendidikan-lembaga Islam dengan moto, "Ikhlas Beramal".